M. Saifun salakim
Regukan Malam dalam Teh Susu dan Energen
Buat Bang Wisnu Pamungkas
Malam serasa mengekori cinta sinar detik ini
Berpacu dengan napas dua orang pencinta setia
Memampirkan jiwanya di warung emperan
Tak pernah sepi dengan wajah tak dikenal
Hanya menampilkan senyuman sebagai tanda persahabatan
Regukan teh susu dan energen
Menambah suasana semakin hangat
Dalam pergulatan pikiran-pikiran membuncah
Beradu kata-kata berliuran makna
Membengkas masa yang terlalu angkuh bertahta
Di singggasana cintanya yang kelam membiru
Mengekang napsu dan harapan kita saat ini
Agar dapat menuruti keinginannya
Yang sudah terlalu letih menapakkan jalannya
Lalu kita dipojokkannya
Di sudut ruangan sepi tanpa sinar
Tapi dua orang pencinta setia masih tetap setia
Membelasah kenangannya dalam kesenyapan malam
Mengguratkan nada-nadi tangannya
Membentuk sketsa-sketsa diri
Yang memanjang menjangkau suatu akhir perjuangan
Dalam pergumulan nasib yang telah ditakdirkan illahi
Sepanjang sungai perjalanan yang telah beku
Ia masih mampu berzikir
Walau jerat kembali padanya
Telah melampau batas jiwa
Sudah mengajaknya pergi
Pergi untuk meraih kecintaan yang meluber
Di regukan terakhir teh susu dan energen yang kosong
Berjendelakan sedikit butiran keruh
Warkopad (Imbon-PTK), 15072007
M. Saifun salakim
Mengingat Cengkrama denganmu
Buat Bang Wisnu Pamungkas
Cengkrama ini terus saja menulisi hari-hari
Dalam cerita sejarah untuk menciptakan pedoman yang baik
Walau kepekatan hari terlalu garang menghapus memori arti
Mengabaikan kenyataan yang enak -enak
Diungkapkan dalam denyar-denyar pergulatan otak
Terus bergerak seputaran jarum jam menikam jantung
Busa demi busa obrolan mengalir sederas air
Selalu kita reguk dengan tak bosan-bosannya
Walau saat ini sedang terjadi kemarau panjang
Di samping sebelah kita rumah makan berteriak menyapa
“Makanlah aku. Sudahi kelaparanmu dengan kekenyangan.”
Cengkrama ini masih saja menanamkan urat akarnya
Menjalari tanah-tanah kelembutan sepasang nada-nadi
Bernama merkuri dan lampu jalanan yang condong ke kanan
Dengan masih menyisakan sebuah kenangan
Untuk disimpan dalam serabutan memori sejengkal mati
Hari ini dan seterusnya kita berikrar dalam diri
Kita harus menjadi orang terkenal di lapisana bumi mana saja
Lewat perkenalan bait-bait kita yang bertebaran
Menembus awan, langit, sungai, samudera
Bahkan menjamah angin yang tak menampakkan wajahnya
Rumah Sendiri (PTK), 17072007
Wednesday, July 18, 2007
Posted by SANGGAR KIPRAH at 4:17 AM
Labels: Puisi M. Saifun salakim
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment